Surat perjanjian hutang sebuah karya tulis yang tampak sederhana, tapi sering kali menjadi penyelamat terakhir ketika "percaya" sudah berubah jadi "percaya dulu, nyesel belakangan". Di atas kertasnya yang kaku, dua nama dan dua tanda tangan mencoba mengikat janji yang sebenarnya sudah rapuh sejak kalimat "tenang aja, nanti aku ganti" diucapkan.
Secara fungsi, surat ini bukan cuma sekadar formalitas. Ia adalah bukti bahwa di dunia nyata, kata "teman" bisa berubah jadi "debitur", dan "tolong bantu dulu" bisa menjadi "Pasal 2 ayat 1". Ia hadir untuk memastikan bahwa kepercayaan tidak lagi bergantung pada niat baik, tapi pada pasal, meterai, dan kemampuan bertanggung jawab.
Unduh draf kontrak perjanjian hutang di link disini docx
atau liat dulu secara langsung di tautan google doc berikut ini https://docs.google.com/document/d/11gZWTAdjlM60KhPUoPTyrF8dOtyNY3Mg
Surat perjanjian hutang berfungsi sebagai pengingat bahwa manusia modern butuh dokumen untuk memastikan apa yang seharusnya cukup dengan janji. Ia mengatur batas-batas kewajiban, melindungi hak, dan lebih penting lagi memberi tempat bagi rasa curiga yang dilegalkan. Karena tanpa kertas ini, semua niat baik bisa berakhir jadi "katanya".
Di sisi lain, surat perjanjian hutang juga berfungsi sebagai pengakuan jujur bahwa uang memang bisa menguji segalanya. Di dalamnya ada pasal-pasal yang seolah bijak dan netral, padahal sejatinya hanyalah benteng dari kemungkinan "ngilang tanpa kabar". Ia memberi rasa aman kepada pemberi pinjaman, dan sedikit tekanan psikologis bagi peminjam sebuah keseimbangan yang rapuh tapi efektif.
Namun ironisnya, fungsi terbesarnya bukan pada hukum, melainkan pada ketenangan batin. Begitu tanda tangan menempel di bawah meterai, kedua pihak merasa "aman" satu yakin akan dibayar, satu lagi yakin akan sempat menunda. Dan jika nanti segalanya macet, surat itu tetap berguna sebagai bahan nostalgia di meja pengadilan, atau bahan gosip keluarga besar tentang siapa yang mulai duluan.
Jadi, fungsi utama surat perjanjian hutang sebenarnya sederhana menyelamatkan logika dari kehancuran akibat rasa percaya yang berlebihan. Ia tidak menjamin lunasnya hutang, tapi menjamin bahwa ketika masalah datang, ada sesuatu yang bisa dibuka, dibaca, dan diperdebatkan.
Karena pada akhirnya, tidak ada yang lebih sakral dari selembar kertas yang mampu mengubah "utang piutang" menjadi "urusan hukum" dan tidak ada yang lebih manusiawi daripada masih membutuhkan surat itu, hanya untuk memastikan bahwa janji tidak hilang begitu saja bersama waktu dan alasan.