Translate

Kalender Myanmar / Burma

Kalender Burma (disebut juga Kalender Myanmar) adalah kalender lunisolar di mana bulan-bulan didasarkan pada bulan-bulan lunar dan tahun-tahun didasarkan pada tahun-tahun sidereal. Kalender ini sebagian besar didasarkan pada versi lebih tua dari kalender Hindu, meskipun tidak seperti sistem India, ia menggunakan versi siklus Metonic. Oleh karena itu, kalender ini harus menyelaraskan tahun sidereal kalender Hindu dengan tahun tropis siklus Metonic dengan menambahkan bulan-bulan interkaler dan hari-hari pada interval yang tidak teratur.

Kalender ini telah digunakan secara berkelanjutan di berbagai negara bagian Burma sejak peluncurannya yang diduga terjadi pada tahun 640 M di Kerajaan Sri Ksetra, juga disebut sebagai era Pyu. Kalender ini juga digunakan sebagai kalender resmi di kerajaan-kerajaan Asia Tenggara daratan lainnya seperti Arakan, Lan Na, Xishuangbanna, Lan Xang, Siam, dan Kamboja hingga akhir abad ke-19.


Saat ini, kalender ini digunakan di Myanmar sebagai salah satu dari dua kalender resmi bersamaan dengan kalender Gregorian. Kalender ini masih digunakan untuk menandai liburan tradisional seperti Tahun Baru Burma dan festival-festival tradisional lainnya, banyak di antaranya berhubungan dengan Buddhisme Burma.


Sejarah/Asal Usul

Kronik Burma menelusuri asal-usul kalender Burma ke India kuno dengan pengenalan Era Kali Yuga pada tahun 3102 SM. Kalender yang sangat penting itu dikalibrasi ulang oleh Raja Añjana, kakek maternal Sang Buddha, pada tahun 691 SM. Kalender tersebut kemudian digantikan oleh Era Buddha dengan tahun awal 544 SM. Era Buddha diterima oleh negara-negara kota Pyu di awal Era Umum. Kemudian pada tahun 78 M, era baru yang disebut Era Shalivahana, juga disebut Era Sakra, diluncurkan di India. Dua tahun kemudian, era baru ini diadopsi oleh negara kota Pyu Sri Ksetra, dan era ini kemudian menyebar ke negara kota Pyu lainnya.


Menurut kronik, Kerajaan Pagan awalnya mengikuti Era Saka Pyu yang berlaku, tetapi pada tahun 640 M Raja Popa Sawrahan (memerintah 613–640) mengkalibrasi kembali kalender tersebut, memberi nama era baru Kawza Thekkarit dengan tanggal tahun nol pada 22 Maret 638 M. Ini digunakan sebagai kalender sipil, sementara Era Buddha tetap digunakan sebagai kalender agama.


Para ahli menerima narasi kronik mengenai asal-usul kalender dan kronologi adopsi di Burma hingga Era Mahāsakaraj. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Era Gupta (tahun epokal 320 M) juga mungkin telah digunakan di negara-negara kota Pyu. Namun, mayoritas para ahli percaya bahwa kalender yang dikalibrasi ulang diluncurkan di Sri Ksetra, dan kemudian diadopsi oleh negara kota Pagan.


Penyebaran

Adopsi oleh Kerajaan Pagan yang sedang naik daun membuka jalan bagi penggunaan kalender ini di bagian lain Kekaisaran Pagan antara abad ke-11 dan ke-13. Kalender ini pertama kali mulai digunakan di wilayah-wilayah perifer atau negara tetangga seperti Arakan di barat dan berbagai negara kota Shan di Thailand utara dan Laos di timur, yang mengadopsi kalender ini bersamaan dengan cerita rakyat yang terkait dengan Tahun Baru Burma. Menurut Kronik Chiang Mai dan Kronik Chiang Saen, Chiang Mai dan Chiang Saen serta negara-negara bawahan mereka di tengah dan atas negara Tai (kecuali Lamphun dan Sukhothai) tunduk kepada Raja Anawrahta dan mengadopsi kalender pada pertengahan abad ke-11 sebagai pengganti Mahāsakaraj, kalender standar Kerajaan Khmer. Namun, menurut para ahli, bukti tertua tentang kalender Burma di Thailand modern baru muncul pada pertengahan abad ke-13.Sementara penggunaan kalender ini tampaknya menyebar ke berbagai negara tetangga dan wilayah-wilayah perifer, kalender ini memiliki perbedaan regional dalam penggunaannya. Misalnya, kalender ini memiliki variasi dalam sistem penamaan bulan dan bulan-bulan interkaler yang digunakan di berbagai negara. Selain itu, beberapa negara bagian yang mengadopsi kalender ini juga memiliki nama-nama bulan yang berasal dari bahasa lokal mereka.


Pengaruh Hindu dan Buddhisme terlihat jelas dalam kalender Burma. Bulan-bulan dalam kalender ini sering kali memiliki nama-nama yang terkait dengan dewa-dewa Hindu dan perayaan Buddha. Selain itu, kalender ini juga mencerminkan pentingnya perayaan dan festival agama dalam budaya Burma, seperti Tazaungdaing (Festival Perangkai Hidup), Thingyan (Festival Air), dan Thadingyut (Festival Cahaya).


Selama masa penjajahan Inggris di Burma, kebanyakan sistem administratif mengadopsi kalender Gregorian, tetapi kalender Burma tetap digunakan dalam beberapa konteks budaya dan agama. Setelah kemerdekaan Burma pada tahun 1948, kalender ini dipilih sebagai salah satu kalender resmi negara bersama dengan kalender Gregorian.


Namun, seiring berjalannya waktu dan modernisasi, penggunaan kalender Burma telah menghadapi tantangan. Banyak orang Burma, terutama generasi muda, lebih akrab dengan kalender Gregorian dan menggunakan kalender tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka. Meskipun begitu, kalender Burma masih dihormati dan digunakan dalam berbagai perayaan agama dan budaya.


Pada tahun 2019, pemerintah Myanmar mengumumkan rencana untuk mengganti kalender resmi dengan kalender Gregorian, tetapi rencana ini masih mendapat kritik dan kontroversi. Beberapa kelompok menganggap kalender Burma sebagai bagian penting dari warisan budaya dan agama Burma, sementara yang lain berpendapat bahwa perubahan tersebut akan memudahkan integrasi internasional dan perdagangan.


Dengan demikian, kalender Burma tetap menjadi subjek diskusi dan perdebatan tentang bagaimana menjaga dan menghormati warisan budaya sambil juga beradaptasi dengan perubahan zaman.

Posting Komentar